Melalui Sakramen Imamat, seseorang menerima imam jabatan yang melanjutkan tiga misi Kristus: Imam, Raja, dan Nabi

Sebagai Imam, mereka melanjutkan karya Kristus dengan merayakan Sakramen dan memimpin umat di dalam liturgi, terutama di dalam liturgi Ekaristi. Memberikan Sakramen Baptis, Penguatan, Pengakuan Dosa, Sakramen Perminyakan, dan memberikan penguburan kepada yang meninggal. Dalam kesehariannya, mereka juga berdoa brevier yang merupakan doa gereja.

Sebagai Nabi, para imam melaksanakannya dengan cara berkotbah, mengajar di sekolah atau persiapan pembaptisan yang bersumber pada kebenaran Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium.

Sebagai Raja, para pastor melaksanakannya melalui pelayanan di bidang kepemimpinan umat, baik di paroki atau komunitas yang dipercayakan kepada mereka. Mereka bekerja sama dengan dewan paroki, sehingga kegiatan paroki dapat berjalan dengan baik.

Mengapa imam tidak menikah?

Bisa dilihat bahwa dengan tidak menikah maka, seorang imam dapat mencurahkan segenap hati, jiwa, dan pikirannya untuk melayani Tuhan dan sesama. Rasul Paulus sendiri memberikan nasehat ”Aku ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran. Orang yang tidak beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya” (1 Kor 7:32). Dengan hidup selibat, seorang imam hanya memikirkan apa yang terbaik bagi Tuhan dan umat yang dipercayakan kepadanya. (alma)

https://katedralmedan.or.id/katekese/sakramen-imamat/

https://santopauluspku.wordpress.com/2014/01/20/katekese-umum-x-sakramen-imamat/