Siapakah yang tidak ingin punya kekuasaan di dunia ini? Seandainya saja diadakan jajak pendapat, kemungkinan hasilnya 80%-90% banyak orang ingin berkuasa atau punya kekuasaan. Maka tidak mengherankan ketika menjelang pemilihan calon legislatif, atau pemilu untuk kepala daerah, bahkan pemilihan lurah pun banyak orang berbondong-bondong mencalonkan dirinya.

Tidak jarang banyak yang menempuhnya dengan berlaku curang, menempuh jalan pintas dan menghalalkan segala macam cara agar dirinya bisa meraih kursi kekuasaan itu. Tanpa pernah mereka renungkan, bahwa kekuasaan itu adalah anugerah atau kado dari Tuhan bagi orang yang dipercayai-Nya menjadi seorang pemimpin.

Bacaan-bacaan suci hari ini, mengingatkan kita bahwa segala sesuatu adalah pemberian dari Allah (bdk. Roma 11:36) termasuk kekuasaan. Sang penguasa, selain seorang pemimpin, dia juga seorang bapa (bdk. Yes. 22:21) yang mencintai kehidupan anak-anaknya.

“Engkaulah Petrus, dan di atas batu karang ini akan Kudirikan jemaat-Ku, dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan kuberikan kunci kerajaan surga. Apa saja yang kauikat di dunia ini akan terikat di surga, dan apa saja yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di surga”(Mat. 16:18-19). Pernyataan Yesus kepada Petrus senada dengan firman Tuhan kepada Sebna dalam bacaan pertama “Aku akan menaruh kunci rumah Daud di atas bahunya. Apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.”(Yes. 22:22).

Dari sini, bersama kita bisa memetik makna bahwa kekuasaan, jabatan, atau kedudukan bukanlah hasil usaha dan kerja keras manusia, melainkan sebuah amanat suci dari Allah untuk menjaga kehidupan orang lain yang dipercayakan kepada kita.

Menjadi seorang penguasa atau pemimpin sama dengan menjadi seorang pelayan, seperti sabda Yesus sendiri “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu” (Mat. 20:26-27).

Sebagai murid-murid Yesus dan anak-anak Allah, siapapun dari antara kita diminta untuk menggunakan kekuasaan secara tepat, benar, dan adil. Ia juga memiliki tanggungjawab untuk memimpin dalam kejujuran, kebenaran, dan nilai-nilai yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Hal ini berlaku bagi para guru, kepala sekolah, ketua lingkungan, ketua wilayah, koordinator dalam kategorial apapun, imam, suster, bruder pun tidak luput dari tanggungjawab dan tugas perutusan tersebut.

Semoga siapapun dari kita yang diberi kepercayaan untuk menjadi seorang pemimpin, sungguh bisa menjadi seorang pelayan bagi setiap orang yang dipercayakan kepada kita, bukan demi sebuah pujian melainkan demi kemuliaan nama Tuhan. (Vincentia)