BackgroundBackground

Sejarah Gereja

Menelusuri kembali jejak langkah dan peristiwa penting yang membentuk perjalanan iman Gereja Katedral Hati Kudus Yesus Surabaya.

Cathedral Image

Awal Mula Kehadiran Katolik di Hindia Belanda

Perkembangan iman Katolik di Hindia-Belanda tidak terlepas dari situasi di Eropa pada abad ke-19. Revolusi Perancis membawa angin perubahan, termasuk pernyataan Napoleon Bonaparte pada tahun 1806 tentang "Persamaan perlindungan bagi semua agama". Pengaruh ini sampai kepada Raja Willem I dari Belanda dan menjalar hingga ke tanah jajahan, Hindia-Belanda. Tonggak sejarah perkembangan Katolik di Hindia-Belanda dimulai pada 31 Oktober 1807, saat misionaris pertama, Pastor Jacobus Nellissen dan Pastor Lambertus Prinsen, dikirim dari Belanda. Mereka tiba di Batavia pada 4 April 1808 setelah menempuh perjalanan selama lima bulan. Awalnya, pelayanan mereka hanya ditujukan bagi warga Eropa, namun mereka berhasil menanamkan dan mendirikan hirarki Gereja dengan benar, yang dibuktikan dengan berdirinya stasi-stasi baru.

Gereja Pertama Hingga Gereja Gotik di Surabaya

Karya misi di Surabaya dimulai pada 12 Juli 1810 dengan kedatangan Pastor Henricus Waanders dan Pastor Philipus Wedding. Pastor Waanders kemudian mendirikan stasi pertama di sebuah rumah di daerah Gatotan yang berfungsi sebagai gereja darurat. Setelah 12 tahun, bersama seluruh umat, Pastor Waanders berhasil mendirikan gereja pertama di Surabaya pada 22 Maret 1822. Gereja yang sederhana namun anggun ini terletak di Jl. Roomsche Kerkstraat (kini Jl. Cenderawasih). Seiring waktu, jumlah umat Katolik terus berkembang pesat. Untuk menampung umat yang semakin banyak, dibangunlah sebuah gereja baru yang lebih besar dengan arsitektur Gotik.

Tahukah Anda?

Gereja bergaya Gotik yang megah ini adalah Gereja Kelahiran Maria (Gereja Maria Geboorte). Peletakan batu pertamanya dilakukan pada 19 Agustus 1899 oleh Pastor P.J. Van Santen, dan diberkati oleh Mgr. Edmundus Sybrandus Luypen pada 5 Agustus 1900. Pembangunannya dirancang oleh arsitek Westmaes dan menelan biaya 165.000 Gulden. Sayangnya, gereja yang berlokasi di dekat sekolah Bruderan ini terbakar pada bulan November 1945.

History

Pembangunan Gereja Hati Kudus Yesus: Sebuah Perjuangan Panjang

Seiring perkembangan kota Surabaya yang mengarah ke selatan, jumlah pemeluk iman Katolik di wilayah tersebut pun semakin banyak. Akibatnya, Gereja Kepanjen tidak lagi mampu menampung seluruh umat yang hadir untuk beribadat. Hal ini mendorong munculnya gagasan untuk membangun sebuah gereja baru di Surabaya bagian selatan. Proses pencarian lokasi ternyata menjadi sebuah perjalanan panjang yang penuh liku dan berlangsung dari tahun 1911 hingga 1919. Beberapa opsi lokasi sempat dipertimbangkan secara serius: Tunjungan: Sebuah persil seluas 800 meter persegi di dekat apotek Rathkamp dengan harga 24.000 Gulden. Embong Wungu/Kaliasin: Persil seluas 2.633 meter persegi dengan harga sekitar 43.000 Gulden. Lokasi ini sempat sangat diminati, namun rencana dibatalkan setelah survei dari kotapraja menemukan bahwa permukaan air tanah di lokasi tersebut sangat tinggi, sehingga berbahaya jika dibangun gedung besar di atasnya. Tegalsari: Persil seluas 6.618 meter persegi. Rencana di lokasi ini juga menghadapi kendala, termasuk protes dari warga setempat dan kegagalan pengadaan obligasi sebesar 50.000 Gulden untuk pendanaan. Ketabang: Tanah tersedia, namun statusnya hanya sewa selama 75 tahun dan tidak boleh dibeli. Polemik pencarian lokasi akhirnya menemukan titik terang pada tahun 1919. Setelah melalui pembahasan intensif, dipilihlah persil di Jalan Anita Boulevard (kini Jalan Polisi Istimewa) dan Jalan Boschlaan untuk pembangunan gereja dan pastoran baru. Pembangunan pun dimulai. Arsitek Mr. Beek memperkirakan biaya awal sebesar 160.000 Gulden. Peletakan batu pertama dilakukan pada tahun 1920, meskipun terdapat dua versi tanggal yang berbeda, yaitu 11 Agustus 1920 dan 26 Oktober 1920. Gedung gereja yang dirancang oleh ED CYPRESS BUREAU dengan konstruksi bentuk Basilika ini dibangun oleh biro arsitek HUSWIT-FERMONT. Akhirnya, pada 21 Juli 1921, gereja yang mampu menampung 900 orang ini diberkati oleh Mgr. Luypen dan diberi nama Gereja Hati Kudus Jesus. Seluruh biaya pembangunan pada akhirnya mencapai 216.143,27 Gulden.

History

Tahukah Anda?

Polemik pencarian lokasi untuk gereja baru di Surabaya Selatan berlangsung dari tahun 1911 hingga 1919. Lokasi yang akhirnya ditetapkan adalah persil di Jalan Anita Boulevard. Pembangunan Gereja Hati Kudus Yesus ini dirancang dengan konstruksi berbentuk Basilika oleh biro arsitek HUSWIT-FERMONT. Batu pertama diletakkan pada tahun 1920 dan gereja diberkati pada 21 Juli 1921 oleh Mgr. Luypen.

Era Baru: Lazaris, Vikariat, dan Keuskupan

Sebuah momen bersejarah terjadi pada 1 Juli 1923, ketika Pater-Pater Jesuit yang telah merintis misi di Surabaya selama 64 tahun (1859-1923), menyerahkan karya pastoral Gereja Hati Kudus Yesus kepada Romo-Romo Lazaris (CM). Bangunan gereja baru ini sempat mendapat kritik karena desain menaranya yang dianggap seperti gedung pabrik dan adanya beberapa kesalahan konstruksi. Bahkan pada tahun 1925, bangunan gereja nyaris ambruk sehingga diperlukan perbaikan menyeluruh pada pondasinya di tahun 1926. Perkembangan terus berlanjut. Pada 15 Februari 1928, Surabaya menjadi Prefektur Apostolik , kemudian ditingkatkan menjadi Vikaris Apostolik pada 16 Oktober 1941. Puncaknya adalah pada 3 Januari 1961, saat Surabaya ditingkatkan menjadi Keuskupan dengan Uskup pertamanya Mgr. Yohanes Klooster, CM.

Tahukah Anda?

Gereja Hati Kudus Yesus pada awalnya dirancang untuk dapat menampung 900 orang jemaat. Namun, dalam misa perpisahan Pater-Pater Jesuit pada 1 Juli 1923, jumlah jemaat yang hadir begitu banyak hingga tidak tertampung di dalam gereja dan meluber sampai ke Jalan Anita Boulevard. Acara yang khidmat tersebut juga dihadiri oleh para pejabat pemerintahan, termasuk Residen Surabaya yang seorang muslim, serta saudara-saudara dari komunitas muslim lainnya.

History

Perjalanan Penuh Tantangan dan Pemeliharaan

Perjalanan Gereja Katedral tidak selalu mulus. Pada masa perang, kompleks gereja sempat ditinggalkan dan mengalami banyak kerusakan hingga direnovasi kembali pada tahun 1951. Peristiwa kelam juga terjadi pada 15 Oktober 1967, saat gereja dilempari granat oleh oknum PKI, meskipun tidak menimbulkan kerusakan parah. Berbagai perbaikan dan pengembangan terus dilakukan dari masa ke masa untuk memelihara 'gadis manis yang manja' ini, julukan yang diberikan karena gereja ini seolah selalu menuntut perhatian. Mulai dari perbaikan atap yang dimakan rayap pada tahun 1972 , pengaspalan halaman pada tahun 1982 , hingga pembangunan Gua Maria pada tahun yang sama dan pos keamanan yang lebih layak pada tahun 1996. Semua ini menunjukkan perjuangan dan kepedulian umat serta masyarakat dalam merawat rumah ibadat mereka.